Baca analisa dari MoA membuat saya jadi ingin menyadurnya, teori yang diajukannya adalah Saudi bertindak serampangan akhir akhir ini karena takut akan sesuatu, apakah itu? Silahkan dilihat dibawah….
Putra mahkota Saudi, Muhammad bin Salman (MbS) adalah tipikal anak muda yang impulsif [kalau kata orang jaman dulu, darah panas atau doyan makan panas]. Pertanyaan yang ada di benak banyak orang adalah kenapa dia secara aktif menghajar para pesaing ataupun calon pesaingnya di dalam negeri, serta juga nabrak kiri kanan di luar negeri? Jawabnya bisa jadi Iran! Bukan Iran sebagai negara, tetapi Iran sebagai sebuah sistem.
Saudi mulai kehilangan pengaruhnya di kawasan timur tengah semenjak agresi Amerika ke Irak, dan di lain sisi, Iran mulai menanjak. Dan sekitar satu dasawarsa kemudian, sistem pemerintahan arab yang otoriter [entah di perintah oleh militer atau oleh raja] di tantang oleh apa yang dikenal sebagai “arab spring” (kebangkitan dunia arab).
Dan walau tidak semua kebangkitan/pergerakan ini berhasil, tetapi hal ini telah membuat para tiran serta sultan was was dan merasa terancam tentang apa yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Nah, Saudi bereaksi atas potensi kebangkitan ini dengan merubah pola pengelolaan kerajaan dari yang awalnya adalah kesepakatan antar elemen keluarga kerajaan (tribalisme), menjadi tirani yang tersentralisasi. Apa dampak dan manfaatnya? Hal ini membuat Saudi jadi lebih fleksibel dan lebih cepat tanggap terhadap tantangan di masa depan. Tetapi hal ini juga ada kelemahannya, yaitu seiring dengan naiknya kecepatan dalam pengambilan keputusan, kemungkinan mengambil keputusan yang salah juga meningkat.
Untuk melihat kenapa sistem baru ini sangat mungkin gagal adalah dengan mengamati sistem ekonomi sosial di Saudi yang jadi urat nadi kehidupan disana, dimana nasib Dinasti Bisnis Hariri jadi contoh yang sempurna.
Semenjak Raja Salman naik tahta, dia bergerak cepat [Sebagian orang menganggap yang bergerak adalah putranya] untuk menghabisi semua kompetitor yang mungkin menyainginya. Pertama, institusi keagamaan di bersihkan dari mereka yang dianggap kritis kepada raja.
Berikutnya, institusi kepolisian yang jadi sasaran tembak selanjutnya. Pertama, putra mahkota Muqrin yang digeser lalu putra mahkota Nayef yang digusur. Mereka digantikan oleh anak Salman yang tidak punya pengalaman. Kekuatan ekonomi dan militer terkonsentrasi di tangan anak muda ini, dan dalam malam pembersihan baru baru ini, figur figur penting dan berpengaruh di tangkap. Dan kemudian dilanjutkan dengan penangkapan gelombang kedua, dimana sebagiannya termasuk tokoh militer senior dan pengusaha besar.
Hotel Ritz Carlton di Riyadh berubah fungsi jadi penjara dadakan buat para tokoh tokoh VIP ini, dan jika anda coba untuk booking, sudah di pesan penuh sampai tahun depan. [Ketika saya coba untuk pesan di http://www.ritzcarlton.com/ yang kemudian muncul adalah anda akan dialihkan ke JW Marriot dan itu pun sudah penuh semua sampai 3 bulan ke depan]. Bahkan orang orang berpengalaman dalam menginterogasi tersangka sudah di sewa oleh sang putra mahkota untuk menangani para tawanan.
Sebanyak 17 orang yang di tahan membutuhkan penanganan medis karena proses interogasi oleh para aparat. Mereka di rawat di rumah sakit di sekitar Ritz, menurut dokter yang menangani dan aparat intelijen amerika yang ditugaskan memonitor situasi.
Bekas kepala intelijen mesir pada masa Husni Mubarak yang terkenal “raja tega”, Habib El Adli, diangkat menjadi penasihat MBS, dan beliau ini punya reputasi melunakkan tawanan sampai benar benar empuk.
Setelah kabar penyiksaan tawanan menyebar karena paramedis yang bekerja di rumah sakit sekitar Ritz, akhirnya unit medis di dirikan di Ritz untuk merawat para tahanan disana.
Dan dugaan awal bahwa penangkapan para tokoh ini adalah untuk memeras mereka akhirnya terbukti. Para tahanan super tajir ini dipaksa untuk berdamai, dimana mereka akan diperlakukan dengan lebih baik dan bisa mendapatkan sedikit kemerdekaan dengan imbalan menyerahkan asset yang mereka miliki.
Target yang di tetapkan adalah USD 800 Milyar, dari apa yang disebut uang korupsi. Ribuan akun bank di blok oleh pemerintah Saudi, dimana pada akhirnya nanti akan di sita. Tapi para miliarder ini sudah dari dulu cari cara untuk menyembunyikan harta mereka di luar negeri. Sehingga akun akun yang di blok kemungkinan hanya recehan jika dibandingkan dengan asset mereka yang di simpan di negara negara yang memang spesialisasinya adalah menyembunyikan harta, seperti Cayman Islands, Panama, dll. Lalu, sejarah juga menunjukkan bahwa usaha pemulihan asset seperti ini sangatlah sulit.
Kenapa pemulihan asset seperti ini dikatakan sulit, dan selalu tidak pernah berjalan seperti rencana? Ada dua faktor yang jadi rintangan utama, yang pertama adalah pengembalian harta yang ada di luar negeri [bisa kita lihat bagaimana usaha pemerintah RI untuk mendapatkan harta koruptor di luar negeri, kapan pernah berhasil?] dan yang kedua adalah pertarungan politik untuk memperebutkan harta yang ada di dalam negeri. Kemungkinan besar Saudi hanya akan dapat sebagian kecil dari asset tersebut [mungkin sekitar puluhan Milliar USD], dan pertanyaannya apakah ini berguna? Tentu, tapi hanya sementara. Yang jadi kunci adalah bagaimana MBS memulihkan lagi hubungan dengan dunia bisnis.
Keberhasilan finansial MBS bisa dibilang kecil, tetapi kekacauan yang terjadi atas finansial jihadnya terhadap anggota keluarganya sendiri ini akan sangat besar, dan akan merusak rencananya sendiri untuk mengundang investasi asing.
“Setengah partner bisnis saya di Saudi sekarang ada di Ritz. Dan mereka ingin saya investasi disana?! Tidak Mungkin!” ujar salah seorang investor senior. Rencana untuk mendatangkan investasi asing ke ke dalam negeri mulai memudar.
Seseorang tentunya tidak bisa mencuri uang dari sekelompok orang lalu berharap orang lain percaya bahwa hal yang sama tidak akan terjadi pada mereka. Rencana besar MBS yang hendak membangun kota teknologi bernilai USD 500 Milyar dimana pembiayaannya sebagian besar dari investor asing jadi berantakan.
Menuduh para Amir dan pengusaha melakukan korupsi adalah dalih yang canggih, bagaimana tidak, korupsi adalah urat nadi bisnis di Saudi, dan hal ini berjalin berkelindan dengan pola pemerintahan kerajaan ini. Lalu sang Raja dan anaknya sekarang hendak merubah keduanya.
Investor asing cenderung masuk ke Saudi dengan mencari partner pengusaha lokal ternama atau amir yang berpengaruh, untuk memudahkan jalur koneksi mereka dalam urusan birokrasi dalam negeri Saudi yang kompleks.
Hal yang sama juga berlaku untuk tender tender proyek pemerintah, seperti pembangunan jalan ataupun perumahan publik. Jika sebuah perusahaan ingin terlibat dalam proyek pembangunan pemerintah, perusahaan tersebut harus mencari amir atau pejabat tinggi yang punya jalur. Dan untuk memenangkan tender, perusahaan ini harus menjanjikan atau malah membayar di muka bagian dari target keuntungannya yang nanti mungkin di peroleh. Lalu kemudian ketika pekerjaan selesai, perusahaan harus kembali ke “jagoan” nya untuk mencairkan pembayaran. Tidak akan ada pembayaran yang cair sebelum “pelumas” diberikan, bahkan untuk pekerjaan yang telah selesai. Kontrak di hitung dengan tambahan biaya sampai 40% untuk mengkompensasi biaya “pelumas” ini.
Sistem ini telah berjalan di Saudi selama puluhan tahun, karena Saudi punya asset dan harta yang berlimpah. Sistem ini hanya bermasalah ketika perusahaan bikin kerja asal asalan tetapi tetap bisa memberikan uperti besar buat jagoannya, dan akhirnya menang tender.
Seperti cerita terkenal tentang gorong gorong kota Jeddah, dimana ada man-hole yang tidak ada lubangnya.
Rafik Hariri, mendiang Perdana Menteri Lebanon membangun kerajaan bisnis di Saudi dengan membayar tokoh yang tepat. Beliau tahu bagaimana bekerja di dalam sistem, dan dia juga seorang manajer bisnis yang handal, dalam menjalankan perusahaannya – Saudi Oger. Selain itu, dia juga orangnya Saudi di Lebanon, yang mana dia berusaha dengan sebaik mungkin menjalankan perannya.
Tetapi putranya, Said, tidak sepandai ayahnya dalam berbisnis, dan pada tahun 2012, 7 tahun setelah terbunuhnya ayahnya, Saudi Oger mulai menuai masalah.
Sekitar tahun 2011, Saudi mulai mengawasi perusahaan milik klan Hariri ini, karena korupsi yang berlebihan, beberapa top manejemen yang sebagiannya dekat dengan Saad dituduh mencuri dan memeras di dalam perusahaan.
Tetapi Sa’ad tidak bisa mencari jalan keluar dari masalah ini, alih alih menghadapi masalah, Sa’ad malah berusaha menghindar dari masalah [tipikal manajemen Indonesia], dengan membuat operasi “merapikan” masalah, hanya karyawan level rendah yang di pecat, sementara para terduga yang juga jajaran manajemen puncak tidak ada aksi apapun terhadap mereka, dan karena pemecatan ini juga mengenai warga negara Saudi, maka pamor Saudi Oger jadi rusak.
Saudi memperlakukan perusahaan ini dengan sangat baik, memberikan kontrak kontrak kerja yang bagus, tetapi semenjak hal ini, tidak ada lagi kontrak kontrak baru buat Saudi Oger.
Kenapa hal ini sampai terjadi? Bisa diduga Sa’ad Hariri pakai jalur yang salah, dia memegang “jagoan” yang salah, lalu ditambah bekerja dengan performansi yang rendah. Ditambah lagi, dia juga gagal di dalam negeri Lebanon untuk melucuti senjata Hizbullah.
Perusahaan milik Hariri ini mendapatkan pinjaman besar untuk membiayai proyek proyeknya di Saudi. Tetapi di pertangahan tahun 2014, ketika harga minyak dunia jatuh, Saudi meghentikan pembayaran ke perusahaan miliknya, bahkan kabar yang beredar, ada tagihan sampai 9 Milyar USD yang tidak dibayarkan oleh pemerintah kerajaan Saudi.
Ketika harga minyak jatuh, banyak perusahaan konstruksi yang ikut jatuh, seperti Bin Laden, tetapi mereka dibantu oleh kerajaan Saudi dengan pinjaman serta kontrak kontrak baru, tidak seperti perusahaan milik Hariri.
Tidak ada kontrak baru untuk Saudi Oger, tidak ada pinjaman baru, dan terakhir tagihannya juga tidak dibayar, jadilah ini segitiga maut. Saudi meminta Hariri untuk melucuti senajata Hizbullah di Lebanon, dan Sa’ad gagal memenuhi target yang diberikan kepadanya. Sehingga akhirnya, pada Juli tahun 2017 ini, setelah sukses selama 39 tahun terakhir, Saudi Oger bangkrut. Yang artinya turut bangkrut bersamanya, dinasti keluarga Hariri.
Wartawan senior Bloomberg, Erik Schatzker mengamati dan menceritakan bagaimana bisnis dijalankan di Saudi. Dia juga mengamati orang paling kaya di Saudi, pangeran Waleed bin Talal. Dalam satu acara ke padang pasir di malam hari bersama pangeran, akan terlihat bagaimana keluarga kerajaan Al Saud mengelola negara.
Saat itu hampir tengah malam, ketika pangeran membuka majlisnya, dimana para tokoh kabilah datang menemui pangeran untuk memuji dan menghormatinya, sekaligus meminta bantuan dan menceritakan masalah mereka. Satu persatu datang menemui pangeran dengan membawa secarik kertas, dan sebagian dari mereka membacakan syair syair pujian, lalu pengeran menuliskan sesuatu di kertas dan menumpuknya.
Dan beginilah Saudi terbentuk, masyarakatnya terbagi dari suku suku, daerah, sekte, dan kelas. Grup grup ini tidak terorganisir secara formal, tetapi mereka punya jalur koneksi dengan aparatur negara, sehingga merubah institusi negara menjadi sarang kelompok kelompok kepentingan.
Pengamat timur tengah menyimpulkan bagaimana Saudi Arabia dikelola. Pangeran pangeran utama akan menguasai institusi negara yang dapat mereka dominasi, sehingga institusi pemerintahan menjadi tidak terkoordinir dengan baik. Lalu yang kemudian terjadi, agen agen, kontraktor, makelar jasa, dan calo calo kepentingan mewabah bagai lalat di tengah sampah kumbang di tengah taman di berbagai kementrian dan birokrasi pemerintahan. Saudi menjadi kumpulan apa yang di istilahkan kerajaan kerajaan kecil.
Amir besar akan mengurus amir kecil, dan masing masing dari mereka punya pengikut, kabilah, ataupun suku yang harus mereka urus. Kepatuhan dan kesetiaan dibeli dengan bantuan sosial yang mengalir dari piramid kekuasaan. Dan kemudian para amir ini mendapatkan uang “pajak” yang mereka kutip dari berbagai macam lembaga pemerintah. Hal ini dianggap korupsi dibarat ataupun di negara negara lain, tetapi tidak di Saudi Arabia. Semua kekayaan dan sumber daya kerajaan adalah milik raja dan keluarganya.
Program anti korupsi MbS telah menghancurkan sistem ini tanpa menyediakan penggantinya. Kerajaan Saudi selama ini berjalan bagaikan bisnis keluarga, keputusan keputusan penting beberapa dekade terakhir selalu berasal dari konsensus. Setiap bagian keluarga kerajaan punya jatahnya masing masing, dan sekarang MbS hendak mengumpulkan semua sumber penghasilan itu pada satu pintu, tetapi pertanyaan yang penting adalah apa yang disediakan sebagai gantinya?
MbS melihat dunia bagaikan raja raja zaman dahulu kala, yang menyamakan dirinya dengan negara. Dalam benaknya, dia bukanlah putra mahkota atau malah Raja Saudi Arabia. Dia, dan hanya dia, Muhammad putra Salman, adalah Saudi Arabia. Dan itu dia tampakkan dalam wawancara dengan majalah Economist di awal 2016.
“Rasio hutang saya terhadap PDB hanya sebesar 5%. Jadi, saya punya semua kekuatan, dan saya punya peluang untuk menaikkan pendapatan non migas dari banyak sektor, dan saya juga punya jaringan ekonomi global”.
Ini anak muda tidak hanya berpikir dia yang punya negara, dia ternyata mikir bahwa dia adalah negara. Dia yang punya rasio hutang terhadap PDB, dia yang punya puluhan juta lapangan pekerjaan, dia yang memiliki perempuan Saudi sebagai faktor produktif, dan dia yang punya pertumbuhan penduduk yang pesat.
Mungkin dia tidak terlalu pandai, sehingga tidak mengerti bahwa perilaku seperti ini akan membuat dia dikejar pertanggung jawaban di kemudian hari, atas semua hal yang salah di kerajaan ini.
Saya sangat meragukan kesuksesan dari usaha MbS ini. Mirip dengan kejadian di Indonesia dengan skala yang jauh jauh jauh lebih kecil setelah era reformasi dengan lahirnya KPK; Para aparat pemerintahan dan kementrian telah terbiasa bekerja atas perintah atasan, dan akan berhenti berfungsi ketika pimpinan mereka ditangkapi karena korupsi, mereka akan takut mengambil keputusan. Nah, melihat apa yang terjadi di Ritz, maka akan dapat disimpulkan bahwa semua keputusan paling tidak akan macet, karena semua akan menunggu perintah dari atas.
Kepada siapa puluhan ribu pemimpin kabilah dan suku yang selama ini bergantung pada amir amir ini akan mengadu? Kemana ratusan orang yang datang kepada majlis waleed bin talal datang meminta? Siapa yang akan mencukupi kebutuhan mereka? Siapa yang akan menyampaikan keluh kesah mereka ke raja?
Okay, MbS telah membersihkan intitusi keagamaan, militer, anggota kerajaan, pengsusaha, dan birokrasi. Dia kelihatannya ingin menjalankan kerajaan ini sendirian. Dia punya wewenang penuh untuk menghukum orang yang mengambil tindakan yang tidak dia sukai. Dalam sistem seperti ini, semua inisiatif atau tindakan pro-aktif akan punah.
Negara ini terlalu besar untuk dikelola sendirian, apalagi yang sendirian itu anak muda yang suka makan panas lagi tidak terlalu pandai. Tidak butuh waktu lama untuk orang mulai tidak suka atas pola sentralisasi dan kebijakan yang tidak responsif.
Sekarang saja sudah terlihat pada kebijakan luar negerinya yang berantakan. MbS ingin dilihat sebagai pemimpin dunia Islam nomor satu, dan ketidak sukaannya pada Iran mungkin sebagiannya berasal dari sini. Sistem partisipatif dan demokrasi Islam yang berjalan di Iran adalah alternatif nyata bagi model pemerintahan otoriter yang dibawanya.
Model demokrasi liberal ala eropa dianggap tidak kompatibel dengan struktur sosial masyarakat di timur tengah. Sampai ada teori di arab bahwa “orang arab hanya bisa diperintah oleh raja, atau tentara”. Tetapi model pemerintahan Iran menunjukkan bahwa ada sistem lain yang melibatkan rakyat. Inilah yang jadi sumber kecemasan MbS. Dan sistem alternatif ini harus dimusnahkan dengan segala cara.
Tetapi apa yang terjadi kemudian? Semua usahanya untuk menegasikan pengaruh Iran gagal, (bahkan disaat Iran sendiri tidak ikut campur). Intervensi Saudi di Yaman, Qatar, Irak, Syria, dan terakhir di Lebanon tidak mencapai apa yang di targetkan. Dan kemudian usaha MbS untuk menggunakan tangan Amerika dan Israel demi memerangi Iran di kawasan akhirnya terungkap.
Jawaban Saudi atas sistem pemerintahan Iran adalah dengan jadi lebih otoriter. Karena dengan lebih otoriter, diharapkan dapat lebih cepat dalam bertindak. Tetapi langkah ini menghancurkan sistem tradisional yang berjalan disana, dan pada akhirnya juga akan membuka pintu bagi kegagalan di masa depan.
Referensi:
- https://www.informationclearinghouse.info
- https://www.bloomberg.com/news/features/2017-11-07/i-dined-with-alwaleed-in-the-desert-days-before-his-arrest
- http://gulfnews.com/news/gulf/saudi-arabia/jeddah-floods-unearth-corruption-in-government-1.559485
- https://www.washingtonpost.com/news/global-opinions/wp/2017/11/05/saudi-arabias-crown-prince-is-acting-like-putin/?utm_term=.4b2014bd6170
- http://www.economist.com/saudi_interview
Tinggalkan komentar