Hampir 20 tahun yang lalu, saya menerima email cerita lucu yang isinya kuang lebih seperti ini, di satu sore di bar yang sepi, datang seorang asing yang kesepian, dia duduk sendiri dan kemudian bartender mengajak berbasa basi dengan sang tamu.
Bartender: Hi Bung, apa profesi mu?
Tamu: Ooowh, saya seorang Logic Thinker.
Bartender: err… Logic apa?!
Tamu: hmm… begini deh saya jelaskan dengan contoh saja, apa kamu punya anjing?
Bartender: Iya.
Tamu: artinya kamu sayang binatang, betul?
Bartender: Iya, betul betul…
Tamu: Karena kamu sayang binatang, maka tentu saja kamu juga sayang sama anak anak, betul?!
Bartender: Iya bener banget.
Tamu: Artinya kamu juga punya anak, iya khan?
Bartender: Supeeer, kok bisa tau?
Tamu: Artinya kamu menikah dan punya istri.
Bartender: Hebat lu orang…
Tamu: artinya kamu bukan Homo.
Bartender: Gilaaaa, bener banget, hebat sekali profesi lu, belajar dimana tuh?
Tamu: Oowh, itu semuanya hanya logika saja, hmm… saya pulang dulu sekarang, bye!
Nggak lama setelah sang tamu pergi, Bossnya bartender datang untuk memeriksa kondisi di bar, langsung di hampiri oleh sang bartender, “Boss, tadi saya ketemu seorang logic thinker, mantap abiss!!!”, si boss terdiam dan menggumam “logic what?”, “wah susah boss dijelaskan, saya kasih contoh aja deh. Boss punya anjing ga?”. Si boss ngejawab “Nggak, gw alergi sama bulu anjing”, sambil ketawa si si bartender kemudian berujar, “aha!, artinya boss Homo!!!”.
Memang cerita ini untuk hanya untuk lucu lucuan, tetapi yang membekas dari cerita ini adalah bahwa ada salah satu ciri ciri dari Logical Thinker yang jadi benang merah cerita ini, yaitu bahwa sesuai penelitian pa Dokter Karl Albrecht, bahwa berpikir logis itu adalah pola berpikir yang runtun, yaitu bila kita berpikir seperti naik tangga, tiap anak tangga kita pikirkan.