Tombo Ati ono Limo perkarane
Kapeng pisan, moco Qur’an lan maknane
Kapeng pindo, sholat wengi lakonono
Kapeng telu, wong seng shaleh kumpulono
Kapeng papat, wetengiro ingkang luwe
Kapeng limo, dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawiji ne, sopo iso ngelakoni, mugi mugi Gusti Allah nyembadani
Baru habis dengar Tombo Ati, mengingatkan saya pribadi atas pentingnya penyucian diri yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Semua Agama dan kepercayaan pada dasarnya sepakat bahwa manusia sudah semestinya memiliki semacam mekanisme pengendalian diri. Walaupun kita dikaruniai Kehendak Bebas [free will], tapi kita perlu untuk menggunakan kehendak bebas kita tersebut secara bertanggung jawab. Sehingga kita tidak bisa semena mena bertindak demi keinginan kita sendiri dan mengatasnamakan kehendak bebas bahwa, karena semua tindakan pasti ada konsekuensinya yang entah disadari atau tidak akan berdampak pada lingkungan di sekitar kita.
Oleh karena itulah kita perlu memiliki pengendalian-diri dan disiplin-diri, yang pada akhirnya akan menyucikan jiwa kita. Jika kita menyucikan jiwa kita secara berkesinambungan, maka kita tidak akan lagi menghadapi godaan godaan nafsu rendah kita, karena jiwa jiwa yang bersih tidak akan lagi memiliki keinginan jelek, dan hanya menginginkan hal hal yang baik untuk dia sendiri dan lingkungan di sekitarnya.
Pengendalian Diri
Untuk pengendalian diri, Al-Qur’an mengatakan:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).
[QS 79: 40-41]
Kemudian:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.
[QS 4: 135]
Disini dapat kita lihat dari ayat diatas bahwa terdapat dua hal, yang pertama adalah untuk mentaati perintah Allah dan yang kedua adalah untuk menahan diri dan tidak mengikuti hawa nafsu. Hal ini hanya dapat tercapai jika kita memiliki mekanisme pengendalian diri.
Imam Ali pernah berkata bahwa beliau memiliki seorang sahabat yang sangat mulia dimata beliau karena sahabatnya tersebut tidak menganggap kepada dunia. Jika sahabatnya itu dihadapkan pada dua pilihan, maka dia akan meneliti pilihan tersebut mana yang hawa nafsunya lebih condong, kemudian dia pilih yang sebaliknya.
Misalnya jika dihadapkan pada pilihan kerja bakti bersihkan sampah di lingkungan sekitar kita atau maen kartu bersama teman nongkrong, maka dia akan memilih yang pertama. Memang sih kita tidak akan bisa menggunakan cara diatas untuk setiap pilihan yang kita hadapi, tetapi setidaknya hal ini perlu kita lakukan paling tidak untuk mengukur sejauh mana kecendrungan hawa nafsu pribadi kita. Tuhan telah menganugrahkan kepada kita kemampuan untuk mengenali mana keinginan hawa nafsu/ego kita dan mana yang benar benar membawa manfaat buat kita. Jika kita memilih untuk melakukan hal hal yang benar benar membawa manfaat buat kita, maka kita juga secara otomatis akan membawa manfaat buat lingkungan di sekitar kita.
Seperti hadis Nabi SAAW, “Dan sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Thabrani)
Tuhan telah mendesain kita bahwa jika kita melakukan hal hal yang baik untuk kita, maka sesungguhnya kita juga melakukan kebaikan untuk lingkungan kita, tetapi jika kita ingin minteri atau ngakalin, dengan mencari keuntungan diatas penderitaan orang lain, maka sesungguhnya kita telah merusak diri kita sendiri serta lingkungan di sekitar kita juga akan menerima dampaknya [seperti cerita penumpang kapal yang melubangi kabinnya].
Tetapi kadang kadang timbul pertanyaan, “lalu kenapa hal hal baik terjadi pada orang jahat, dan hal hal buruk terjadi pada orang baik?”, nah disini perlu ada kajian lebih lanjut apa sih hal baik dan buruk itu. Apakah baik dan buruk itu relatif atau absolut? Untuk ini, biarlah menjadi bahasan di lain waktu. 🙂
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kita sebagai manusia harus memiliki mekanisme pengendalian diri. Jika kita berpikir bahwa kita hanya harus melakukan sesuatu semau kita tanpa pengendalian diri, maka percuma saja kita bicara tentang pengembangan spiritual. Dan Islam mengajarkan kepada kita bahwa pengendalian diri adalah awal dari perjalanan ruhani kita. Yang perlu kita lakukan adalah merubah hati kita yang tertarik pada nafsu rendah manusia menjadi hati yang tertarik pada segala sesuatu yang baik, dan ketika hal ini terjadi, maka hati kita akan menjadi pemandu perjalanan kita. Dan hal ini dapat dicapai dengan latihan dan usaha keras dari kita dalam membersihkan hati.
Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Illahi
Ada sebuah kisah dari Rumi [Matsnawi Buku IV, cerita 1] yang menunjukkan bahwa hati itu dapat berubah fungsi menjadi baik atau buruk. Rumi bercerita tentang bahwa konon dahulu kala terdapat seorang pemuda yang bekerja di peternakan seumur hidupnya dan terbiasa mencium bau kotoran ternak, kemudian ketika dia datang ke pasar parfum, dia langsung pusing pusing dan jatuh pingsan karena mencium bau wangi dari parfum parfum di pasar tersebut, karena dia telah terbiasa mencium bau kotoran ternak, sehingga bau wangi menjadi hal yang menyakitkan untuk dia. Sementara sebaliknya bagi pedagang parfum, bau kotoran ternak adalah bau yang tidak dapat di tolerir dan sangat mengganggu buat mereka.
Seperti halnya kisah Rumi diatas, akan dapat kita temui di sekitar kita orang orang yang menikmati beribadah kepada Tuhan, mereka yang menikmati berpuasa, shalat malam, membantu orang, zakat, dan kebaikan kebaikan lain. Dan di lain pihak, akan kita dapati orang orang yang akan senang melihat kejahatan dan membenci kebaikan, mereka akan membenci melihat ada orang orang yang beribadah.
Seperti hadis yang mengatakan bahwa seorang Mukmin dalam masjid itu bagai ikan dalam air, sementara seorang munafik dalam masjid itu bagai burung dalam sangkar. Jadi begitu deh, ada berbagai macam jenis hati yang dapat di kondisikan oleh pengendalian diri dan pembersihan hati.
Dalam Al Qur’an, Tuhan bersumpah sampai 11 kali sebelum menekankan pentingnya usaha pembersihan hati.
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
[QS 91:1-10]
Dan Tuhan menegaskan bahwa akan sukses manusia yang membersihkan hati dan akan gagal manusia yang mengotori hati. Beginilah pentingnya mebersihkan hati kita, bahkan salah satu syarat utama kedekatan manusia dengan Tuhannya adalah hati yang bersih, karena hanya dengan hati yang bersihlah kita dapat mendekati Tuhan, karena tidak mungkin kita mencapaiNYA dengan hati yang kotor dan berdebu.
Sama seperti kalau kita ingin datang ke pesta pernikahan seorang bangsawan, maka kita akan menggunakan pakaian kita yang paling baik dan membersihkan diri kita, karena kalau kita datang acak acakan, maka kita akan dianggap menghina mereka. Begitu pun jika kita akan menghadap kepada yang Maha Suci dan Maha Mulia, maka sudah sewajarnya kita harus membersihkan diri [Jiwa & Raga] kita terlebih dahulu.
Bahkan salah satu tugas utama para Utusan-Nya adalah membantu kita membersihkan hati kita. Untuk misi Rasulullah SAAW, dalam Al-Qur’an yang mulia:
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. [QS 2:151]
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [QS 3:164]
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata [QS 62:2]
Dapat kita lihat bahwa tugas utama Rasul selain mengajarkan Al-Qur’an adalah membantu kita membersihkan jiwa kita. Dan sesungguhnya ini adalah jawaban Allah SWT atas do’a Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. ketika mereka mendirikan pondasi Ka’bah seraya berdo’a:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Yaha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
[QS 2:127-129]
Sungguh menarik dalam do’a Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail diatas, permohonan untuk mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah mendahului permohonan untuk penyucian diri, sementara pada jawaban Allah SWT atas do’a ini pada 3 ayat lain dalam Al’Qur’an, Penyucian diri mendahului pengajaran Al-Kitab dan Al-Hikmah. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk dapat mempelajari Kitab dan Hikmah adalah harus suci terlebih dahulu.
Dan terdapat banyak sumber yang mengotori hati, salah satu penyebab utama kotornya hati adalah keterikatan terhadap dunia materi, dan ini adalah penyakitnya manusia modern. Dimana sekarang kita cenderung memuja dunia, dimana kehormatan diukur dari banyaknya harta dan kecantikan wajah dari tebalnya make-up.
Seperti kisah ketika Imam Ali Zainal Abidin ditanya oleh seseorang mengenai apa perbuatan paling baik menurut Imam, dimana Imam As-Sajjad menjawab:
“Perbuatan baik di mata Allah SWT adalah engkau menyakini keberadaan Allah dan Rasul-Nya, maka engkau selalu harus berupaya menjauhkan diri dari kemegahan dan kecintaan pada dunia. Sebab kemegahan dan kecintaan pada dunia akan melahirkan keburukan-keburukan bagi kalian. Dan sesungguhnya perbuatan maksiat itu bermacam-macam. Pertama adalah kesombongan yaitu perbuatan maksiat iblis ketika menolak dan congkak terhadap Adam, maka dia tergolong makhluk yang terkutuk. Kedua ialah dengki, yaitu perbuatan anak-anak adam yang iri dan hasut terhadap saudaranya sehingga ia membunuh saudaranya. Maksiat itu dikembangkan oleh bermacam sebab, diantaranya cinta perempuan, cinta dunia, cinta kedudukan, tidak disiplin, senang membicarakan sesuatu yang tak berguna, cinta kesombongan, cinta kekayaan, semua menjadi tujuh perkara yang pada akhirnya bermuara pada cinta dunia. Sehingga Nabi selalu mengingatkan kita dengan Sabdanya: “Cinta Dunia adalah pangkal dari semua kesalahan”.”
Dunia materi ini tidaklah bernilai di mata Allah SWT, sehingga jika kita terikat pada dunia serta menjadikan dunia ini sebagai puncak dari tujuan kita, maka telah melakukan kesalahan fatal. Sehingga untuk membersihkan diri kita, maka yang pertama tama perlu dilakukan adalah memutus keterikatan kita terhadap dunia. Bagaimana caranya? Nah, ini bisa dilakukan dengan membagikan harta kita kepada yang memerlukannya. Lebih dari 10 ayat dalam Al-Qur’an yang setiap kali menyebutkan perintah untuk menegakkan Shalat, langsung di iringi perintah untuk menunaikan Zakat.
Jadi, zakat adalah salah satu sarana untuk melepaskan diri kita dari jeratan cinta kepada dunia, karena dengan berusaha keras dan berlatih terus menerus maka kita dapat menyucikan diri kita.
Kesimpulannya adalah pertama-tama kita harus bisa mengendalikan diri kita, dan kita tidak bisa mengendalikan diri sebelum kita memiliki disiplin yang kuat dan terus berusaha. Nah, setelah memiliki pengendalian diri yang baik, kita menuju tahapan berikutnya yaitu, merubah hati kita dari yang sebelumnya tertarik kepada nafsu nafsu rendah menjadi hati yang tertarik pada hal hal yang baik [seperti kisah Rumi diatas]. Dan setelah mencapai hati yang seperti inilah maka hati kita akan mnejadi pemandu jalan kita dalam mendekatiNYA. Lalu, yang mengotori hati kita adalah keterikatan kepada dunia dan untuk membersihkan hati ini adalah dengan memangkas keterikatan pada dunia dengan salah satunya adalah menafkahkan harta kita untuk tujuan tujuan mulia.
Terakhir, izinkanlah saya mengutip Nasehat Rasul SAAW kepada Abu Dzar.
Abu Dzar berkata, Rasulullah memberi saya 7 nasehat, yaitu:
- Untuk selalu melihat kepada mereka yang kurang beruntung daripada saya.
- Jangan pernah melihat kepada mereka yang lebih beruntung dari saya.
- Untuk mencintai orang orang kurang beruntung “miskin” dan membela mereka.
- Selalu mengatakan kebenaran walaupun itu mungkin menyakitkan.
- Selalu menyambung silaturahmi bahkan kepada mereka yang memutusnya.
- Jangan pernah takut disalahkan karena berkata benar.
- Untuk sering sering berkata “la hawla wala quwwata illa billah” karena ucapan ini adalah salah satu pusaka surga.
[…] dan keterampilan bisa di rubah lebih mudah dan lebih cepat dibanding sifat dan akhlaq, karena memperbaiki akhlaq itu tidak seperti menghidupkan tombol on/off begitu […]
[…] anda lakukan, misalnya puasa, tidur awal, bangun pagi, mandi dua kali sehari, dan lain lain. [coba lagi bongkar catatan catan lama tentang pengendalian diri]. Dan ketika anda mendengar ada suara suara kecil di hati anda untuk menyerah, mundur, ataupun […]